Tentang Penulis

Catatan

Bapak.

“Thank all of you my sons,” kata bapak pake Bahasa Inggris di grup WA keluarga. Maklum, bapak gue itu pensiunan guru Bahasa Inggris. Jadi masih berasa sisa-sisanya, sementara kemampuan bahasa Inggris bapak cuma nular 33% kurang ke gua, 33% ke abang gue, 33% ke adek gua, 1% ibu gue. hahaha

Ya Bapak hari itu ngucapin terima kasih ke gue, kakak dan adek gue. Padahal harusnya, kamilah anak-anaknya yang mengucapkan terima kasih ke bapak.

Bapak bilang sudah mendingan. Tapi gue yakin bapak itu seringkali menyembunyikan sakit yang dirasakannya. Termasuk sakit bapak kali ini.

Sama seperti orang tua lain pada umumnya. Bilangnya udah makan padahal belum makan, bilangnya tenang ada uang kok, padahal uang mereka sudah tak ada. Bilangnya gak sakit padahal sakit.

Ya begitulah orang tua. Maka gak heran kalau ada kalimat, orang tua bisa merawat bahkan 10 anak-anaknya. Tetapi 10 anak-anaknya belum tentu bisa merawat orang tuanya.

Sakit bapak kali ini seolah siratan tanya bagi gue, kakak dan adek gue, kami ini tipe anak seperti apa? Sakit bapak sekarang ini adalah kali kedua sejak tahun 2013 yang relatif membutuhkan penanganan insentif medis. 7-8 tahun lalu, bapak juga dirawat, waktu itu usia Bapak baru 61 tahun, usia-usia awal pensiun.

Kini, “usia saya 68 tahun,” kata bapak gue ke suster sambil menahan sakit di perutnya. Ah gue dalam hati berujar, cepat atau lambat gue akan segera berpisah. Belum tentu sih bapak gue duluan, bisa jadi gue duluan.

Gue sih yakin seyakin-yakinnya, perpisahan adalah ketetapan. Tinggal waktunya kapan yang senantiasa menjadi rahasia Tuhan. Gue menulis ini bukan untuk bukan untuk mendahului takdir, cuma untuk menjadi kontemplasi kehidupan saat ini.

Suatu saat kalau kita sudah gak ketemu pasti ada masa-masa kehilangan. Pas bapak gue sakit kayak sekarang aja, gue dah kehilangan suaranya, bapak dah gak bangunin gue solat subuh. Biasanya bapak paling ribet soal solat. Tetapi sekarang buat bangun aja bapak menahan sakitnya.

Kali ini, Bapak kewalahan dengan penyakitnya. Sampai akhirnya mau ke UGD. Tadinya gak pernah mau, ada aja alasannya, “gampang nanti juga sembuh”, nyatanya seminggu sudah menahan sakitnya dan sekarang bapak sedang mendapatkan perawatan dan sudah dilakukan tindakan.

Rupanya, menahan sakit bertahun-tahun supaya gak ngerepotin anak-anaknya. Bapak tahu, kalau sakit itu gak murah. “Jangan pake uang kamu ya nak, kamu kan masih banyak keperluan.” Di tengah sakitnya, masih memikirkan anak-anaknya.

Meski, kami ini, anak bapak semua cowok, kadang kami juga pasti merasakan kesedihan. Kami memang terkenal cuek, dan sering membantah. Tapi kami sepakat apapun yang terjadi, saatnya sedikit membalas budi. Meski sampai kapanpun budi tak akan pernah terbalas.

Gue sedih sih bukan cuma karena lihat bapak sekarang terbaring di ruang perawatan, tapi lebih memikirkan jangka panjang, apa iya gue adalah bagian anak soleh, yang amalnya gak akan bisa terpisahkan meski anak dan orang tuanya nanti sudah gak bertemu nantinya.

Itu yang hari-hari ini gue pikirkan. Semua pikiran gue itu sejalan sih dengan kehidupan bapak. Bapak itu tipikal pribadi yang apa adanya. Gak ada dan gak suka barang-barang branded. Dibeliin adek gue hape biasa yang penting bisa WA bapak gue seneng, tapi itupun Bapak gak pernah minta materi ama anak-anaknya. Cuma minta yang gue sebutih di atas, minta anak2nya solat tepat waktu dan jangan meninggalkan solat.

Setiap gue resign, orang tua selalu ada dalam surat resign gue. Ya waktu gue tulis itu, gue gak boong, emang bener, motivasi gue bekerja sampai sekarang cuma karena ibu dan bapak gue aja dan keluarga gue ya. Kalau mereka, bapak dan ibu gue sudah gak ada nantinya, apa gue masih perlu bekerja mati-matian, atau semua gue akan tinggalkan.

Mungkin ada yang bilang gue oportunis dan pragmatis karena pindah-pindah kerja. Gue gak peduli itu. Terus apa yang lu dah dapatkan dari bekerja, pindah kerja dari sini ke sana, dari sana ke sini? Jawabannya gue sepakat sama jawaban dari salah satu kutipan twitter @dhelsadell yang selalu gue share kemana-mana. Dia bilang begini:

“Padahal gak semua orang bekerja untuk dirinya sendiri, ada banyak orang yang kerja untuk bayar utang ortunya, biaya adik sekolah, dan biaya orang tua sampe gajian abis gak nyisa.”

 

dan semua temen-temen circle gue sudah membuktikan, kalau ada ruang buat keluarga apalagi orang lain. Ruang dan pintu selalu terbuka untuk karir, bisnis atau apapun akan mendatangkan kemudahan. Ini bukan kata gue, tapi janji Tuhan. That’s it.

One thought on “Bapak.

  1. You are awesome pak, I think your parents have succeed teaching their children, especially you who have a good heart

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *