Sandwich Generation
“Ki, akhir Oktober kita ke nikahan anaknya almarhum Ua Oding ya.”, kata Ibu gue. “Dulu almarhum datang waktu nikahan aa dan kamu juga.” “Kita ngasih segini ya, patungan, nanti awal bulan ibu ganti, Iki ada kan duitnya.” Belum sempet gue jawab, Ibu bilang lagi, “dulu Ibu sama Bapak, pinjem uang ke Ua buat iki kuliah di Jogja.”
Setelah 15 tahun berlalu, Ibu Bapak gue baru cerita. Dulu waktu masuk kuliah 2006, ternyata mereka pinjem uang toh, 10 juta rupiah. Mungkin, banyak lagi momen-momen yang gak diceritakan saat gue minta uang ke mereka. Jawabannya standar, “tenang uangnya ada.” Kalaupun jawabannya berbeda, cuma dibalik-balik aja kata-katanya, “tenang ada uangnya.”
Gue yakin, itu adalah jawaban template mayoritas orang tua kita. Dan kita, anak-anak yang sudah tumbuh dewasa kadang sering lupa melakukan hal serupa, terutama ketika kita sudah bekerja, dapat duit sendiri, sementara orang tua pensiun semakin menua, tak bekerja, penghasilan menurun bahkan tak ada dan sering sakit karena faktor usia.
Gue cukup paham, kadang kita bukan gak mau berbalas budi kepada orang tua, tetapi mungkin kita habis di PHK atau seringkali kondisi ekonomi sedang tidak baik, sementara harus dan menanggung banyak biaya hidup untuk diri sendiri dan keluarga saat ini. Kondisi yang orang Barat menamakan kita sebagai sandwich generation.
Sandwich artinya roti lapis yang mengibaratkan kita sedang berada di tengah dan di bawah lapisan roti bagian atas yakni orang tua kita saat ini, dan di saat bersamaan berhadapan juga dengan roti lapisan bawah, istri-anak yang juga menjadi tanggungan hidup. Kita yang ada di tengah-tengah harus menanggung biaya hidup orang tua, istri-anak, sekaligus diri kita sendiri.
Maka, kalau kemarin ada berita viral ketiga anak laki-laki menitipkan ibunya di panti asuhan, gue cukup memahami kondisi anak-anaknya, mereka stress dengan ekonomi mereka dan terjepit di antara orang tua dan biaya hidup keluarga istri dan anak mereka. Ya meski gue juga gak membenarkan sikap mereka. Bagaimana dengan gue?
Jujur, perasaan berat pasti ada sih apalagi di saat momen-momen sepanjang 2021 ini. Gue kena Covid Desember 2020 – Januari 2021, bokap operasi dan dirawat Februari 2021 lalu, emak covid di Juli kemarin, istri dioperasi di September lalu. Meski ada asuransi, gak semua bisa tercover.
Ya semua gue jalani aja, gue coba sedikit taking care aja semampu dan terbaik menurut gua ke ortu dan keluarga. Kalau uang tabungan sih selalu habis, belum bisa nabung sampai sekarang gue menuliskan ini, tetapi langsung diganti dengan kemudahan-kemudahan dan tawaran-tawaran pekerjaan lain.
Waktu bokap sudah mulai merasakan sakit di Februari, bahkan di saat gue masih berstatus pegawai kontrak dan baru bekerja 1 bulan-an di tempat baru, sudah ada yang menawari pekerjaan, sampai tanggal 7 Februari 2021 gue kirim email dan mohon maaf gue belum bisa gabung.
I really appreciate the time and opportunity you gave to me, and wish you success in your efforts to find the perfect candidate. I am truly sorry for any inconvenience due to this decision and hope it will not affect any future relationships with you and your company. I wish you and the company well in all future endeavors.
Selanjutnya, di 19 Februari 2021, saat bapak masih dirawat dan gue masih nemenin di ruangan perawatan, gue ditelepon ama temen yang jadi direktur, ngajak bergabung juga. Sampai skrg masih terus ditawarin ama dia.
Tanggal 5 Mei 2021. Gue di whatsapp eks Bos gue. Beliau baru diangkat jadi Komut sebuah subholding. Gue dah ketemu dua kali ketemu ngobrol dan diskusi, kalau gua mau, dia sangat welcome untuk membantu beliau.
Akhir Juni atau awal Juli 2021, gue rada lupa, gue diangkat jadi pegawai tetap di kantor gue sekarang. Padahal gue tadinya dikontrak 1 tahun. Bahkan belum 6 bulan sudah diangkat.
5 November 2021. Gue ditelepon lagi. Ada yang minta ketemu, ngobrol dan diskusi. 17 November 2021, ada yg nawarin lagi, beda company lagi.
Semua tawaran di atas datang tanpa gue pernah meminta. So, tetap semangat ya para sandwich generation, gue cerita ini ingin sekedar berbagi, disetiap kondisi terjepit, seringkali ada keajaiban, itu yang gue rasakan. Lo juga pasti!